Śivarātri : Anugrah bagi Pemuja Śiva
Śivarātri : Anugrah bagi Pemuja Śiva
Śivarātri atau Mahāśivarātri merupakan
malam agung Śiva yang di Bali jatuh
pada panglong ping 14 sasih kapitu dan menurut penanggalan
Hindu di India jatuh pada hari keempat belas bulan mati Phalguna
(Pebruari-Maret). Perayaan ini khusus didedikasikan untuk memuja Śiva. Perayaan
dimulai dengan pemujaan Dewa Ganesha di
pagi hari dengan melakukan abhiseka dan doa-doa pujian agar pelaksanaan Brata Śivalatri
berlangsung dengan baik. Selanjutnya diisi dengan pembacaan Mantra dan Sloka
dari kitab, yang biasanya juga diikuti dengan puasa penuh.
Pada
malam Śiva, para pemuja menyanyikan Bhajan untuk menghormati Śiva dan
menchantingkan Mantra Śiva yang sangat bertuah, Oṁ Namaḥ śivāya dan Mantra Maha Mrityumjaya Mantra, juga melakukan
abhiseka linggam tiga kali dalam semalam atau satu kali pada tengah malam dan
mempersembahkan Daun Bilva.
Dewa Śiva adalah dewa pengampunan dan
cinta kasih. Ia melindungi pemuja-Nya dari kekuatan kejahatan seperti nafsu,
ketamakan dan kemarahan. Ia memberikan anugrah, berkah, menghancurkan kemalasan
dan membangkitkan kebijaksanaan kepada para pemuja-Nya. Untuk alasan itu,
pemujaan Dewa Śiva sangat terkenal diantara orang-orang Hindu. Dewa Śiva
memiliki tiga mata, dua pada bagian kiri dan kanan yang melambangkan aktivitas
fisiknya di dunia dan yang ketiga di pusat dahi-Nya yang melambangkan
pengetahuan (jñana). Mata ketiga ini
disebut mata kebijaksanaan atau pengetahuan (jñana caksu). Kekuatan pandangan mata ketiga Śiva menghancurkan
kejahatan. Malam ini adalah malam khusus bagi para pemuja Śiva. Malam ini, Śiva
akan menganugrahkan segala kebaikan dan mata kebijaksanaan kepada para
pemuja-Nya dan bebas dari belenggu kejahatan.
Perayaan merupakan alat regenerasi
spiritual atau kebangkitan spiritual bagi umat Hindu. Sehingga perayaan malam Śiva
sangat penting demi kebangkitan spritual dan semangat beragama bagi siapa saja.
Malam ini adalah malam yang sangat bertuah, malam istimewa bagi pemuja Śiva.
Langkah-langkah Pemujaan pada perayaan Śivarātri
Pagi
Hari
: Abhiseka Dewa Ganesha (pemandian arca Ganesha, persembahan dan arati Ganesha)
Tujuannya : Membuka jalan Sadhana, Dewa
Ganesha menghancurkan halangan dan rintangan serta menganugrahkan Siddhi dan
Buddhi. Dewa Ganesha memperkuat kemampuan sadhaka untuk melakukan sadhana
memuja Dewa Śiva pada malam harinya. Puasa dapat dilakukan mulai saat ini (jika
memang memungkinkan)
Sore
Hari.
Pemujaan Śiva dilakukan mulai pukul 06.00 sore hari dengan urutan sebagai
berikut :
Om Karam 21 Kali
Guru Stotram
Abhiseka Linggam (prosesi memandikan
linggam Śiva dengan susu, yogurt, madu, dan air mawar). Selanjutnya umat
mempersembahkan bunga dan buah serta persembahan lain dan arathi Linggam. Selanjutnya,
dilakukan persembahan daun Bilwa dengan diiringi Doa Pancaksara Śiva atau
Mahamrityumjaya Mantra (108 X), selanjutnya dapat dilakukan pembacaan sloka
untuk menyenangkan Dewa Śiva atau bhajan memuja Dewa Siva (dapat juga
keduanya). Menjelang tengah malam biasanya dilakukan Bhajan Śiva yang sangat
lembut dan menyentuh dengan alat musik tradisional. Ini mengingatkan tentang
kelembutan dan keagungan Śiva.
24.00
Tengah Malam
Merupakan waktu yang sangat istimewa
dalam Malam Śiva, pemujaan dapat dilakukan dengan abhiseka linggam terlebih
dahulu atau langsung melakukan pemujaan dan meditasi pada linggam. Pemujaan dilakukan
dengan mempersembahkan Daun Bilva dan bunga-bungan harum disertai Doa dan
dilanjutkan dengan meditasi yang mendalam dalam beberapa waktu. Malam ini akan
terasa menggetakan oleh karena kuatnya vibrasi Dewa Śiva khusus pada malam ini.
Menunggu subuh, dapat dilakukan dengan
bhajan pemujaan Śiva yang lebih enerjik, ini menandakan pemuja melakukan
nyanyian dan tarian kegembiraan (Dancing
With Śiva) bersama Dewa Śiva sendiri. Dalam beberapa tradisi akan diisi
dengan meditasi mendalam tetapi bagi masyarakat umum, dapat diisi dengan bhajan
agar rasa kantuk tidak menggagalkan brata malam Śiva ini.
Pemujaan bersama mulai dilakukan pada
saat Brahmamuhurta (sekitar pukul 04.00 subuh), yakni dengan abhiseka linggam,
persembahan berupa bunga dan buah serta lagu pujian. Seluruh rangkaian malam Śiva
ditutup dengan ararthi kepada Dewa Śiva. Arathi dilakukan dengan bahagia
menandakan suksesnya brata yang sangat penting ini. Setelah matahari terbit,
umat dapat menikmati prasadam Dewa Śiva atau melanjutkan puasa.
Bercinta
di Malam Siwa Mengundang Kesialan dalam Hidup
Abinas Candra Bose dalam bukunya
Panggilan Veda (The Call of The Vedas)
menyatakan kelemahan Hindu Dharma adalah terletak pada kenyataan bahwa semua
nilai keagamaan tidak diamalkan dengan tekun dan kesungguhan hati. Dalam belasan
tahun, kita mengetahui pelaksanaan Brata Siwalatri di Indonesia telah
disimpangkan oleh anak-anak muda kita. Bukannya melaksanakan Brata Siwalatri,
anak-anak muda Hindu malah melewatkan malam Siwa dengan hura-hura bahkan
bercinta. Anak-anak muda di Pulau Dewata berkeliaran di berbagai jalan dan
tempat mengenakan pakaian sembahyang tetapi berpasangan. Mereka akan melewatkan
malam dengan duduk-duduk di dekat Pura atau di tempat-tempat tertentu. Perbuatan
dosa justru banyak dilakukan di malam Siwa. Anehnya, orang tua, orang-orang
dewasa tampak membiarkan atau mungkin tidak kuasa melakukan tindakan apapun
atas kondisi ini. Bercinta di malam Śiva justru akan memotong nasib mujur
manusia. Sehingga sepanjang hidup, justru permasalahan yang akan ditemui, sebagaimana
karakteristik Kaliyuga yakni hidup dalam kegelisahan, kesialan, kegagalan dan jauh
berkat Tuhan. Sebab, pelanggaran justru dilakukan pada malam Śiva. Para wanita
muda yang menginginkan kehidupan yang baik di masa depan mestinya menghindari
perbuatan dosa di malam Śiva. Wanita adalah tiang negara, tiang peradaban,
wanita harus menjadi penjaga moral. Laki-laki, siapapun yang mengajak para
wanita menyimpang di malam Śiva dipastikan tidak akan mampu menjadi pemimpin
keluarga di masa depan, pun sebagai pemimpin ekonomi akan gagal apalagi
pemimpin spiritual keluarga. Jika memang tidak bisa melakukan brata, mestinya
tetap tinggal di rumah sambil melantunkan doa, tidak justru bercinta di malam Śiva
yang mengundang kesialan dalam hidup.
NK. Surpi Aryadharma, Dosen IHDN
Denpasar, Dharmapracharaka (penceramah Agama Hindu), Peneliti, Penulis Buku,
Direktur Vivekananda Spirit Indonesia (VSI) dan Pimpinan Gerakan Bhagavad Gita
Indonesia.
Komentar
Posting Komentar