Parāśara Dharmaśāstra Smṛti untuk Kāliyuga yang Dilupakan
Parāśara
Dharmaśāstra
Smṛti untuk Kāliyuga yang Dilupakan
Ni Kadek Surpi
Aryadharma[1]
Kitab Parāśara Dharmaśāstra merupakan Veda Smṛti
khusus diperuntukan sebagai Dharmaśāstra-hukum Hindu dan
aturan-aturan untuk Jaman Kāli.
Prinsipnya setiap jaman memiliki Dharmaśāstra-nya
sendiri, sebab karakteristik jaman yang berbeda memerlukan aturan yang berbeda.
Parāśara Dharmaśāstra khusus
merupakan Dharmaśāstra Kāliyuga, akan tetapi keberadaannya
cenderung diabaikan bahkan dilupakan.
Dharmaśāstra adalah yuga-dharma, dimana tiap-tiap yuga
memiliki aturan kebajikan sendiri sesuai dengan sifat dari yuga itu. Mānu Dharmaśastra
berlaku bagi Satya Yuga, Gautama Mānu
Dharmaśastra diberlakukan bagi Tretā
Yuga, śaṅkha dan Likhita Dharmaśastra
bagi Dvāpara Yuga dan Parāśara Dharmaśāstra diperuntukkan pada
jaman Kāli sekarang ini. Kata
Kāli dalam bahasa Sanskṛta berarti pertengkaran atau
percekcokan. Pusat-pusat pertengkaran yang menghancurkan kehidupan manusia
(dikuasai Kāli) digambarkan dalam Skanda Purāṇa XVII.1 yakni pada minuman
keras, perjudian, pelacuran dan harta benda/emas. Secara nalar, empat tempat
tersebut merupakan arena yang sering mengobarkan pertengkaran. Minuman keras
menjadikan seseorang mabuk dan manusia bila mabuk, pikiran, perkataan dan
perbuatan sangat sulit untuk dikendalikan. Di tempat perjudian dan pelacuran
terjadi persaingan ‘kekuasaan’ dan harta benda
yang tidak dilandasi oleh Dharma (kebajikan). Olehnya di tempat-tempat
tersebut sangat peka meletupnya pertengkaran yang kadang-kadang berakibat fatal
berupa kerusuhan dan pembunuhan. Namun demikian seiring semakin tuanya Jaman Kāli bukan hanya empat tempat tersebut
yang dikuasai Kāli, Kāli juga
memasuki tempat-tempat terhormat seperti dunia pendidikan, politik,
pemerintahan dan bahkan spiritual, sehingga pertengkaran dan permusuhan pun ada
disana. Tidak bisa lepas dari cengkraman Kāli.
Kapankah Kāli Yuga ini dimulai dan kapan berakhir
? Sejumlah sumber sejarah menyebutkan Kāli
Yuga dimulai ketika dinobatkan Raja
Parikṣit, cucu Arjuna (Paṇḍava) pada tanggal 18 Pebruari 3.102 Sebelum Masehi.
Menurut ahli astronomi Āryabhaṭṭa, Mahābhāratayuddha
berlangsung pada tahun 3.138 Sebelum Masehi yang merupakan masa akhir jaman Dvāpara. Jadi sejak penobatan Raja Parikṣit
umat manusia telah memasuki Kāli Yuga,
jaman pertengkaran yang ditandai memudarnya kehidupan spiritual, redupnya
nilai-nilai Dharma dan sulitnya keinginan untuk membaca Pustaka Suci Veda.
Dunia dibelenggu oleh kehidupan material dan manusia hanya berorientasi pada
pemuasan hawa nafsu yang ibarat api disiram dengan bensin, terus berkobar tiada
henti sampai menghancurkan diri sendiri. Kehidupan yang hedonis, kesejahteraan
palsu dan cara-cara mendapatkan harta yang tidak jujur dianggap wajar pada
jaman ini. Kehidupan spiritual dianggap aneh dan menyimpang, sementara seks
bebas, minuman keras, narkoba, kehamilan diluar nikah, perjudian menjadi wajar.
Membaca Veda dianggap salah, Veda diselewengkan, upacara menjadi kontestasi,
Brahmana yang makmur dari pelaksanaan ritual adalah pemandangan yang wajar di
jaman ini.
Karena
karakteristik yang keras dan berbeda dari jaman lainnya, memerlukan patokan
hukum yang berbeda. Parāśara Dharmaśāstra
sangat tepat menjadi pedoman karena jaman Kāli,
titik pangabdian manusia adalah pada pelayanan bhakti dan pemberian dana (danapunya). Kemakmuran material sebagai ciri khas jaman Kali
sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebagai latihan rohani.
Parāśara Dharmaśāstra merupakan salah
satu dari 20 Dharmaśāstra yang
diberlakukan untuk Kali Yuga. Kitab hukum ini terdiri atas 12 adhyaya (bab)
yang dimulai dengan aturan tentang pertapaan, nilai dan perilaku baik,
penjelasan seorang atithi (tamu),
berbagai macam upacara homa (agnihotra), bab II
khusus membahas kewajiban hidup dalam masyarakat serta kewajiban varnasrama
dharma (tatanan masyarakat dan tatanan rohani). Bab II membahas tentang
ketidaksucian akibat kelahiran dan kematian. Bab IV membahas tentang kejadian
yang aneh di Jaman Kali yakni akibat dosa bunuh diri, penebusan dosa dan aturan
perkawinan guna mendapatkan putra. Bab V berisi tentang penebusan
dosa/penyucian akibat digigit oleh berbagai binatang atau serangga, kremasi
bagi seorang Brahmana yang dibunuh oleh sapi atau seseorang yang telah
melakukan bunuh diri. Bab VIpenebusan dosa akibat membunuh burung-burung dan
binatang ternak, penebusan dosa akibat pembunuhan dan lain-lain. Bab ini
menjadi sangat penting karena Kaliyuga penuh dengan pembunuhan baik pembunuhan
binatang maupun manusia dan berbagai jenis dosa yang kerap dilakukan jaman ini.
Selanjutnya Bab VII berisi tata cara pensucian (prayaścitta) alat-alat/perkakas upacara. Bab VIII berisi berbagai
macam upacara penebusan dosa. Diuraikan tatacara penebusan dosa yang berbeda
bagi Ksatria dan Brahmana, syarat dan ketentuan majelis tertinggi (Parisad)
serta cara-cara melakukan penebusan dosa baik bagi masyarakat umum maupun dvijati. Bab IX membahas tentang dosa
akibat mencederai sapi. Bab X penebusan dosa akibat hubungan kelamin yang
terlarang. Bab ini merupakan bab solusi dari kesalahan jaman ini yang dilakukan
oleh berbagai golongan masyarakat dan bagi mereka yang sadar untuk melepaskan
belenggu dosa demi kemajuan spiritual harus melakukan upacara penebusan dosa
terlebih dahulu. Bab XII membahas berbagai macam upacara penebusan dosa.
Jadi, Parāśara Dharmaśāstra memberikan solusi
atas dosa-dosa yang terjadi sebagai salah satu karakteristik jaman ini. Dosa
akan terus mengikuti dan mengikat yang menyebabkan semakin banyaknya keburukan
yang terjadi dalam hidup, walau manusia berusaha keluar dari lingkaran dosa.
Upacara penebusan dosa harus dilakukan jika ingin maju dalam kehidupan rohani
serta kehidupan yang lebih baik.
Hal yang sangat
ditekankan dalam kitab Parāśara
Dharmaśāstra adalah masalah moral. Moral yang merosot akibat tuntunan
peradaban yang salah harus segera diperbaiki dengan berbagai upaya diantaranya
upacara penebusan dosa. Pengetahuan dan kehidupan yang baik akan dicapai dengan
moral dan kondisi mental yang baik. Demikian pula kemakmuran material akan
bermakna apabila dimanfaatkan untuk latihan rohani yang baik, membantu
kehidupan yang lebih baik. Karya para bijak Parāśara
Dharmaśāstra diberlakukan jaman ini agar manusia mampu meningkatkan
kesadaran spiritual, mencapai keseimbangan dan kebahagiaan serta
berangsur-angsur bebas dari cengkraman Kali yang diidentifikasikan sebagai
gadis cantik berkerudung emas. Sifat-sifat baik, sifat-sifar rohani akan
berangsur-angsur berkembang dan manusia mencapai kehidupan yang lebih baik
sebagai sebuah tugas dan tujuan kelahiran kedunia ini. Tentunya tetap
memerlukan pengkajian para ahli, penafsiran yang tepat guna menerapkan tujuan
mulia Parāśara Dharmaśāstra.
Pranam, Denpasar
8 Juli 2016
[1] Dosen
Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar, surpi_radha@yahoo.com,
@GerakanBhagavadgitaIndonesia, http://sathyamparamdhimahi.blogspot.co.id/
nitip beli dong pik... transfer kemana?
BalasHapus