Agama sebagai Konvergensi Bangsa

Agama Sebagai Konvergensi Bangsa
Ni Kadek Surpi Aryadharma


Relasi agama dan Negara, telah menjadi perbincangan hangat bahkan panas di negeri kita dalam beberapa tahun belakangan. Dikhawatirkan, relasi antara Negara dan penganut agama yang memiliki ideologi agama, dapat mempengaruhi ketaatan pada konsep Negara yang terbangun di Indonesia. jawaban tegas dalam ajaran Hindu bahwa, Sanatana Dharma sebagai gudang kebenaran, agama Hindu yang kini sebagai warga Negara dunia tidak memiliki ajaran radikal untuk membangun Negara berdasarkan agama sebagaimana persoalan Negara berdasarkan agama tertentu yang gencar dikampanyekan di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia, yang bahkan telah menimbulkan teror ketakutan bagi Negara dan warga dunia. Namun apakah benar, wajah agama sedemikian menakutkannya ?
Prithivi Bhakti yakni konsep teologi patriotik (konsep ini hanya dimiliki oleh Hindu), tugas dan kewajiban sebagai warga Negara, pola membangun Negara yang kuat, ideologi dan politik serta semangat dalam membangun Negara. Konsep ini memberikan inspirasi dan pemahaman yang holistik serta menjadi semangat  untuk membangun Negara, apapun profesi yang dijalani dan tingkatan kehidupan yang sedang dilalui. Implementasi Perthivi Bhakti yang pernah diterapkan dalam sejarah peradaban di nusantara maupun implementasi Teologi Patriotik yang pernah ditunjukkan oleh Putra Bali I Gusti Ngurah Rai. Dalan konsep Hindu, agama bukan saja mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan di satu sisi membangun umat manusia menjadi warga Negara yang baik, bukan justru sebaliknya agama menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa. Umat Hindu senantiasa diajarkan untuk menjunjung tinggi dan membangun kesejahteraan tanah airnya, dan selalu menjadi kekuatan nasionalisme setiap Negara. Olehnya, agama menjadi konvergensi bangsa, bukan pemecah belah.
Teologi patriotik diwacanakan oleh banyak naskah seperti Ramayana, Mahabharata, Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa, Pustaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara, Naskah Tanjung Tanah (naskah Hindu tertua di Asia Tenggara). Konsep ini telah dimplementasikan sepanjang abad termasuk di jaman modern oleh sejumlah putra Hindu, seperti I Gusti Ngurah Rai di Bali yang telah memilih jalan ksatria dan mempersembahkan hidupnya bagi ibu pertiwi sebagai persembahan tertinggi. Namun jalan ini, bukan bertingkai antara anak bangsa demi sebuah keyakinan atau agama, melainkan dalam konteks tanah air yang direbut kebebasan dan kesejahteraannya oleh bangsa lain.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parāśara Dharmaśāstra Smṛti untuk Kāliyuga yang Dilupakan

Svami Vivekananda dan Sukarno : Sang Pemegang Obor

Manuskrip Hindu Berusia 600 Tahun di Tanah Melayu