Wejangan Cinta Sri Krishna

Wejangan Cinta Sri Krishna

 Surpi Aryadharma


       
       Srimad Bhagavatam atau Purana termasyur Bhagavata Purana, Sri Krishna menguraikan perihal kualitas cinta manusia. Dalam permainannya di dunia, diceritakan dalam Srimad Bhagavatam dikisahkan Krishna mengarahkan para Gopī ke pasir dan mereka duduk dengan dia bertemu dengan dia, mabuk dia dengan mata mereka. Salah satu dari Gopī berkata, “Kṛṣṇa, aku mempunyai suatu keraguan yang harus kamu bersihkan untuk aku.” Kṛṣṇa tersenyum dan diam minta dia untuk meneruskan pertanyaanya. Dia berkata, “Di dalam dunia ini, ada jenis cinta yang berbeda dan jenis kekasih yang berbeda. Hanya sebagian orang yang mampu mengembalikan cinta yang diberikan kepada mereka. Ada orang lain yang bertindak dengan cara kebalikannya. Mereka memberi cinta tanpa mengharapkan cinta sebagai balasan. Sekalipun mereka tidak dicintai, mereka mencintai orang lain karena mereka ingin melakukannya. Ada kategori yang ketiga, bahkan ketika mereka mencintai, tidak mengembalikan kasih sayang yang ditunjukkan kepada mereka; tidak pula mereka terpengaruh jika mereka tidak dicintai oleh orang lain. Kṛṣṇa, ceritakan kepada kami jenis yang terbaik dan mengapa.”

        Muka Kṛṣṇa menampakkan wajah serius dan ia menjawab mereka sesaat kemudian. Ia berkata,” Jenis yang pertama yang kamu bicarakan : mereka yang mencintai dan mengharapkan cinta sebagai balasan, menurut pendapatku, egois, menginginkan kebahagiaan dan kenyamanan mereka sendiri. Mereka tidak punya kasih sayang dalam hati mereka, tidak ada sumber kebahagiaan dan Dharma di dalam perilaku mereka. Adalah berguna untuk mencintai dan untuk dicintai, dan itu hanya untuk kebaikan mereka sendiri. Tidak ada apapun yang mulia atau tak egois tentang mahluk seperti itu.

      “Jenis kedua yang kamu nyatakan : mereka yang mencintai meskipun tidak ada cinta sebagai balasan : cinta mereka seperti layaknya orang tua untuk anak-anak mereka. Orang seperti ini sangat mengasihi. Mereka akan sangat baik hati dan mereka akan berhasil memperoleh teman, penuh dengan kasih sayang sebagaimana adanya. Adapun jenis cinta yang lain, jenis yang berbeda dari keduanya. Mereka tidak mampu untuk mengembalikan cinta yang diberikan kepada mereka. Apa yang kemudian terjadi, situasi manakala tidak ada cinta yang diberikan mereka ! Orang seperti ini dapat dibagi menjadi empat kelompok, empat jenis.”

    ātmarāma
     “Atmarāma, yaitu orang yang mengasihi dirinya, yang hanya gembira bersukaria dengan perwujudan Brahman : mereka tidak berkeinginan mencintai lainnya tidak pula mereka ingin memberi itu. Jenis yang kedua adalah aptakāma, mereka yang tiap-tiap keinginannya telah dipenuhi yang hatinya tidak mendamba apapun. Orang seperti itu tidak punya kebutuhan dari yang lain dan cinta mereka, karenanya mereka acuh tak acuh. Jenis yang ketiga adalah yang tak berterima kasih, yang tidak memberi sama sekali tetapi yang mengambil dari orang lain. Jenis yang keempat disebut ‘Gurudrohi.’ Orang seperti itu adalah orang yang telah melepaskan kasih sayang yang dimiliki oleh yang lebih tua untuk dirinya dan yang bertindak dengan tidak hormat kepada mereka.

       “Perihal Aku, bahkan ketika cinta ditujukan pada Ku, kadang-kadang Aku tidak mengembalikan itu. Alasannya, adalah karena Aku ingin mereka untuk mencintai Aku lebih : untuk lebih mengabdi bagiKu : untuk berpikir pada Aku dan hanya Aku : untuk menjadi BhaktaKu. Ambillah sebagai contoh, seorang manusia sangat lemah yang telah menemukan kekayaan tiba-tiba. Jika setelah memilikinya ia kehilangan itu, sakitnya akan lebih dari manakala ia miskin, dan pemikirannya akan menjadi lebih keras tentang kekayaan. Kekayaan yang ia telah temukan hanya untuk kehilangan itu. Demikian, Aku lenyap dari penglihatanmu sebab Aku ingin menunjukkan betapa Aku menyayangi kamu dan sangat membutuhkan. Bhaktimu kepadaKu telah menjadi lebih manakala kamu kehilangan Aku sebentar. Kamu telah meninggalkan semua yang kamu punyai hingga sekarang menganggap Aku sayang kepada kamu. Untuk membuat bhaktimu lebih, aku melakukan apa yang seharusnya Aku lakukan. Aku sekarang menceritakan kepada kamu bagaimana Aku disentuh dengan cintamu yang tak egois bhakti tanpa pamrih kepadaKu. Aku tidak pernah akan melupakan cintamu.”

      Apa yang diuraikan Kṛṣṇa, maha avatara ribuan tahun lalu, kini dapat dijelaskan secara ilmiah oleh Spiritual Science Research Foundation. Bahwa cinta dua orang yang belum berkembang secara spiritual, yang hanya mencintai secara fisik, dengan kualitas yang rendah akan tergambar dengan pancaran hitam yang menunjukkan rendahnya kualitas cinta duniawi yang penuh dengan egos dan harapan dicintai dan dibahagiakan oleh orang yang mencintai. Hati sepenuhnya dilingkari dengan kegelapan. Inilah kualitas cinta yang rendah dimana seseorang belum melakukan praktek spiritual dan belum mampu mencintai dengan cinta yang lebih tinggi. Inilah jalan kejatuhan umat manusia, dimana ekspresi dari cinta semacam ini yang kerap menimbulkan frustasi adalah perselingkuhan, perceraian, penggunaan obat-obat terlarang, judi, mabuk, bahkan bisa menjelma menjadi kasus perampokan, pemerkosaan, mutilasi pada kasus kejiwaan yang ekstrim. Dalam konteks ini, tidak ada jaminan bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita harapkan dari orang yang kita cintai. Perselisihan akan dimulai ketika mulai ditemukan perbedaan dan kekecewaan.




        Sementara itu, bagi yang telah melakukan praktek spiritual yang baik, yang hatinya penuh dengan cinta dengan sendirinya, yang rendah hati namun memiliki kualitas hidup yang prima, akan mampu memberikan kualitas cinta yang lebih tinggi, yang disebut sebagai cinta spiritual (Prīti). Cinta spiritual tidak bersyarat, tidak peduli apapun situasinya. Bentuk cinta ilahi ini hanya berkembang setelah mantap melakukan latihan (sadhana) spiritual dan sudah mampu merasakan kehadiran Tuhan di dalam diri dan pada setiap entitas kehidupan, di hati setiap orang. Manusia akan menjadi individu yang sangat bahagia ketika cinta kita tidak dipalsukan atau diencerkan dengan harapan. Cinta dalam tingkatan seperti inilah yang harus diraih oleh umat manusia guna mencapai pencerahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.




         Jika cinta spiritual terhubung, lima indria justru menunjukkan warna yang indah. Inilah kualitas cinta bhakti. Cinta bhakti tidak hanya ditujukan pada perwujudan Tuhan, tetapi Tuhan yang bersemayam di setiap hati. Manusia dapat menunjukkan cinta ini kepada siapa saja dalam hidupnya secara spontan, kepada guru spiritual, ayah itu, sahabat, pasangan dan kepada siapa saja secara sama, bahkan kepada bangsa dan negara, kepada Ibu Pertiwi bagi kaum Ksatria. Ia mampu melihat setiap entitas adalah perwujudan Tuhan. Orang seperti ini air wajahnya akan bercahaya, dihiasi senyum tulus dan kuat dalam hidup. Gempuran hidup mungkin akan didapatkan, tetapi ia mampu menghadapi dengan jiwa yang kuat dan hati yang besar. Kualitas cinta seperti ini akan mampu menciptakan kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga, masyarakat dan negara.


Penulis, Dosen, Tokoh Muda Hindu, Direktur Vivekananda Spirit Indonesia, Pimpinan Gerakan Bhagavad Gita Indonesia



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parāśara Dharmaśāstra Smṛti untuk Kāliyuga yang Dilupakan

Svami Vivekananda dan Sukarno : Sang Pemegang Obor

Manuskrip Hindu Berusia 600 Tahun di Tanah Melayu